MUNGKIN masih banyak dari kalian yang
beranggapan bahwa Indonesia hingga saat ini baru dipimpin oleh enam
presiden, yaitu Soekarno, Soeharto, B.J. Habibie, K.H. Abdurrahman Wahid
(Gus Dur), Megawati Soekarnoputri, dan kini Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono (SBY). Namun hal itu ternyata keliru. Indonesia, menurut
catatan sejarah, hingga saat ini sebenarnya sudah dipimpin oleh delapan
presiden. Lho, kok bisa? Lalu siapa dua orang lagi yang pernah memimpin
Indonesia?


Dua tokoh yang terlewat itu adalah
Sjafruddin Prawiranegara dan Mr. Assaat. Keduanya tidak disebut, bisa
karena alpa, tetapi mungkin juga disengaja. Sjafruddin Prawiranegara
adalah Pemimpin Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) ketika
Presiden Soekarno dan Moh. Hatta ditangkap Belanda pada awal agresi
militer kedua, sedangkan Mr. Assaat adalah Presiden RI saat republik ini
menjadi bagian dari Republik Indonesia Serikat (1949).
Pada tanggal 19 Desember 1948, saat
Belanda melakukan agresi militer II dengan menyerang dan menguasai ibu
kota RI saat itu di Yogyakarta, mereka berhasil menangkap dan menahan
Presiden Soekarno, Moh. Hatta, serta para pemimpin Indonesia lainnya
untuk kemudian diasingkan ke Pulau Bangka. Kabar penangkapan terhadap
Soekarno dan para pemimpin Indonesia itu terdengar oleh Sjafrudin
Prawiranegara yang saat itu menjabat sebagai Menteri Kemakmuran dan
sedang berada di Bukittinggi, Sumatra Barat.

Mr. Sjafruddin Prawiranegara
Untuk mengisi kekosongan kekuasaan,
Sjafrudin mengusulkan dibentuknya pemerintahan darurat untuk meneruskan
pemerintah RI. Padahal, saat itu Soekarno – Hatta mengirimkan telegram
berbunyi, “Kami, Presiden Republik Indonesia memberitakan bahwa pada
hari Minggu tanggal 19 Desember 1948 djam 6 pagi Belanda telah mulai
serangannja atas Ibu Kota Jogjakarta. Djika dalam keadaan pemerintah
tidak dapat mendjalankan kewajibannja lagi, kami menguasakan kepada Mr.
Sjafruddin Prawiranegara, Menteri Kemakmuran RI untuk membentuk
Pemerintahan Darurat di Sumatra”.
Namun saat itu telegram tersebut tidak
sampai ke Bukittinggi. Meski demikian, ternyata pada saat bersamaan
Sjafruddin Prawiranegara telah mengambil inisiatif yang senada. Dalam
rapat di sebuah rumah dekat Ngarai Sianok Bukittinggi, 19 Desember 1948,
ia mengusulkan pembentukan suatu pemerintah darurat (emergency
government). Gubernur Sumatra Mr. T.M. Hasan menyetujui usul itu “demi
menyelamatkan Negara Republik Indonesia yang berada dalam bahaya,
artinya kekosongan kepala pemerintahan, yang menjadi syarat
internasional untuk diakui sebagai negara”.
Pada 22 Desember 1948, di Halaban,
sekitar 15 km dari Payakumbuh, PDRI “diproklamasikan” . Sjafruddin duduk
sebagai ketua/presiden merangkap Menteri Pertahanan, Penerangan, dan
Luar Negeri, ad. interim. Kabinatenya dibantu Mr. T.M. Hasan, Mr. S.M.
Rasjid, Mr. Lukman Hakim, Ir. Mananti Sitompul, Ir. Indracahya, dan
Marjono Danubroto. Adapun Jenderal Sudirman tetap sebagai Panglima Besar
Angkatan Perang.
Sjafruddin menyerahkan kembali mandatnya
kepada Presiden Soekarno pada tanggal 13 Juli 1949 di Yogyakarta.
Dengan demikian, berakhirlah riwayat PDRI yang selama kurang lebih
delapan bulan melanjutkan eksistensi Republik Indonesia.
Mr. Assaat
Dalam perjanjian Konferensi Meja Bundar
(KMB) yang ditandatangani di Belanda, 27 Desember 1949 diputuskan bahwa
Belanda menyerahkan kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat (RIS).
RIS terdiri dari 16 negara bagian, salah satunya adalah Republik
Indonesia. Negara bagian lainnya seperti Negara Pasundan, Negara
Indonesia Timur, dan lain-lain. Karena Soekarno dan Moh. Hatta telah
ditetapkan menjadi Presiden dan Perdana Menteri RIS, maka berarti
terjadi kekosongan pimpinan pada Republik Indonesia.
Assaat adalah Pemangku Sementara Jabatan
Presiden RI. Peran Assaat sangat penting. Kalau tidak ada RI saat itu,
berarti ada kekosongan dalam sejarah Indonesia bahwa RI pernah
menghilang dan kemudian muncul lagi. Namun, dengan mengakui keberadaan
RI dalam RIS yang hanya beberapa bulan, tampak bahwa sejarah Republik
Indonesia sejak tahun 1945 tidak pernah terputus sampai kini. Kita
ketahui bahwa kemudian RIS melebur menjadi Negara Kesatuan Republik
Indonesia tanggal 15 Agustus 1950. Itu berarti, Assaat pernah memangku
jabatan Presiden RI sekitar sembilan bulan.
Dengan demikian, SBY adalah presiden RI
yang ke-8. Urutan Presiden RI adalah sebagai berikut: Soekarno
(diselingi oleh Sjafruddin Prawiranegara dan Assaat), Soeharto, B.J.
Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri, dan Susilo Bambang
Yudhoyono.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar